DETEKSI.co - Batam, Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Tanjungpinang menolak nota keberatan (Eksepsi) yang diajukan terdakwa Rustam Effendi atas kasus tindak pidana korupsi yang didakwakan terhadapnya, Kamis (20/5/2021).
Hal tersebut disampaikan Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Batam, Dedi Simatupang saat dikonfirmasi melalui sambungan selularnya. "Dalam persidangan tadi, nota keberatan (Eksepsi) yang diajukan terdakwa Rustam Effendi melalui penasehat hukumnya ditolak majelis hakim," kata Dedi.
Penolakan eksepsi dari terdakwa Rustam, kata Dedi, dituangkan majelis hakim dalam putusan sela, yang dibacakan ketua majelis hakim Eduart MP Sihaloho di Pengadilan Tipikor Tanjungpinang.
Masih kata Dedi, dalam amar putusan sela yang dibacakan, majelis hakim menilai dakwaan jaksa sudah benar, sehingga sidang atas kasus tersebut dilanjutkan ke pembuktian.
"Dalam amar putusan selanya, majelis hakim menyatakan menolak Eksepsi dari terdakwa Rustam Effendi, karena dakwaan jaksa sudah lengkap, jelas, cermat dan sistematis," ujarnya.
Selain menolak Eksepsi terdakwa, ungkapnya, hakim pun memerintahkan penuntut umum untuk melanjutkan pemeriksaan perkara serta menangguhkan biaya perkara hingga putusan akhir.
Lanjut Dedi, sidang akan dilanjutkan ke agenda pemeriksaan saksi. Di persidangan nantinya, sebut dia, sekitar 20 saksi akan diperiksa termasuk Hariyanto, Kasi Pengujian Kendaraan Bermotor Dinas Perhubungan Kota Batam yang juga merupakan terdakwa dalam kasus yang sama.
"Saya tegaskan, Eksepsi yang diajukan terdakwa Rustam ditolak hakim. Sidang selanjutnya akan digelar pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi," pungkasnya.
Untuk diketahui, korupsi dilakukan terdakwa Rustam Efendi sejak bulan September 2018. Kala itu, dia baru diangkat menjadi Kepala Dinas Perhubungan Pemerintah Kota Batam sebagaimana Surat Keputusan Walikota Batam Nomor: 2/KPTS.80/BKSDM/HK/IX/2018.
Dedi mengungkapkan, diawal kepemimpinannya terdakwa Rustam memerintahkan saksi Hariyanto selaku Kepala Seksi Pengujian Kendaraan Bermotor Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Batam untuk mengundang para pihak atau mitra Dishub untuk bertemu di salah satu kedai di daerah Sukajadi.
"Mendapat perintah tersebut, Hariyanto kemudian menghubungi aatu persatu para pihak atau mitra (semua Dealer Mobil di Kota Batam) yang biasa melakukan pengurusan Surat SPJK dan KIR di Dinas Perhubungan Pemerintah Kota Batam," kata Dedi.
Dalam pertemuan itu, saksi Hariyanto menyampaikan permintaan uang tidak sah (tanpa dasar hukum) kepada mitra penerima layanan pengujian kendaraan bermotor terkait penerbitan SPJK (menurut Dinas Perhubungan Kota Batam merupakan syarat penerbitan Surat KIR) agar membayar uang Rp 1 juta untuk setiap pengurusan SPJK satu unit kendaraan angkutan barang atau komersil.
Bahkan, Hariyanto pun mengancam apabila para pihak atau mitra tidak membayarkan uang yang dimintakan maka berkas pengurusan SPJK kendaraan bisa lambat dan sulit untuk terbit.
Ancaman itu, membuat para pihak atau mitra terpaksa menyetujui, namun karena merasa tarifnya terlalu tinggi sehingga mereka (para Mitra) memohon agar dilakukan pengurangan tarif.
Atas permintaan itu, saksi Hariyanto akhirnya menjadwal pertemuan kedua yang akan dilakukan di Kantor Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Batam yang langsung dihadiri oleh Rustam Efendi selaku Kadishub dan para mitra dari berbagai Dealer mobil se-Kota Batam.
Dari pertemuan ini disepakati bahwa tarif penerbitan SPJK sebesar Rp 850 ribu per satu unit kendaraan barang atau kendaraan komersil yang dijual oleh dealer mobil se-Kota Batam.
Dalam pelaksaanannya, uang pungutan sebesar Rp 850 ribu, sebanyak Rp 500 ribu ke pribadi Rustam Efendi selaku Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub) Kota Batam dan sisanya ke terdakwa Hariyanto, Kasi Pengujian Kendaraan Bermotor Dinas Perhubungan Kota Batam yang terlebih dahulu ditetapkan sebagi tersangka dan kini tengah menjalani proses hukum di Pengadilan Tipikor Tanjungpinang.
Dalam kasus ini, Rustam Efendi didakwa telah melakukan tindak pidana pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri, mereka yang melakukan atau turut serta melakukan perbuatan, dalam hal berbarengan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan kejahatan. (Hendra S)