Kunjungan itu, bagian dari agenda reses, dilaksanakan dalam rangka menindaklanjuti laporan masyarakat dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan masyarakat di gedung DPR, 5 April 2021.
Junimart disambut warga dengan pemakaian pakaian adat Pakpak. Dari lokasi itu, Junimart bersama Ketua Sulang Silima Marga Sambo Ali Husein Sambo, pemilik tanah Hisar Boang Manalu, tokoh adat Ahmadi Berampu dan warga, berjalan kaki menuju portal masuk DPM.
Di portal, berdiri 5 orang Satpam. Junimart menanyakan apakah diperbolehkan masuk. "Tidak boleh pak," jawab seorang security bermarga Sinurat. Kalimat itu mengundang keherananan dari Junimart.
"Kamu harusnya tanya keperluannya apa. Bukan jawab tidak boleh," kata Junimart. Satpam dimaksud pun kemudian minta maaf.
Rekan Sinurat bermarga Marbun menimpali, larangan masuk, karena perintah pimpinan mereka. Junimart pun meminta satpam itu menelepon pimpinannya.
"Coba telepon ke kantor mu. Bilang pak Junimart Girsang mau masuk ke tanah masyarakat melalui pintu masuk yang dibuka oleh DPM. Yang dibuka ya, bukan yang dimiliki oleh DPM," kata Ketua Panja Mafia Tanah DPR RI itu.
Junimart menegaskan, tujuannya adalah untuk menindaklanjuti kebenaran laporan masyarakat, yang menyebut bahwa ada tanah mereka yang diambil DPM, tidak sesuai aturan.
"Boleh masuk nggak. Saya mau tahu itu saja. Kita tidak mengganggu di sini. Kita mau lihat lokasi. Saya tidak lihat pabrik mu. Saya mau crosschekc aja. Benar nggak laporan masyarakat ini. Nggak ada yang lain. Setelah saya lihat lokasi, ya sudah, saya pulang," imbuh Junimart.
Ditunggu beberapa saat, Junimart dan warga tetap tidak diperbolehkan masuk. Rombongan itu pun kembali ke lokasi awal.
"Kita tidak boleh masuk, yang katanya areal PT DPM. Saya ke sini sebagai tugas negara, menindaklanjuti laporan dalam rangka rapat dengar pendapat umum dengan masyarakat di seputaran PT DPM ini, menyangkut tanah-tanah mereka yang diambil secara paksa. Yang diambil tanpa ganti rugi sama sekali," kata Junimart.
"Berarti ada yang disembunyikan di sini. Gitu aja kalau saya. Di PT DPM, dalam tanda petik, ada menyembunyikan sesuatu, yang tidak boleh diketahui oleh siapapun, termasuk mungkin para pegawai DPM tidak boleh tahu. Ada apa di dalam ini ya. Itu catatan bagi saya. Dan saya akan lapor ke presiden mengenai ini," lanjutnya.
Junimart menyebut, larangan masuk PT DPM, tidak masalah baginya, namun keberadaan PT DPM perlu dievaluasi. Hal itu menjadi catatan penting.
"Saya tugas negara di sini. Nah kalau DPM tidak memperbolehkan saya masuk, saya tidak masalah. Ini menjadi catatan tersendiri bagi kami di DPR. Saya akan bersurat kepada presiden, saya akan bersurat kepada menteri kehutanan, supaya mengevaluasi kembali DPM ini," ujarnya.
Ditambahkan, ia telah memperoleh banyak laporan miring dari masyarakat, sekaitan keberadaan PT DPM.
"Padi-padi sudah tidak bisa hidup secara subur. Bahkan saya dengar, gereja sudah tercemar. Di sini. Belum yang lain-lain. Saya akan tanya kepada ibu menteri, termasuk kepada menteri tenaga kerja, siapa saja yang berkerja di sini. Saya dengar ada tenaga kerja asing. Saya akan cek, mereka punya ijin nggak," kata Junimart.
Dalam acara tanya jawab dengan masyarakat, beberapa warga menyampaikan keluhannya, dengan harapan agar ditindaklanjuti Junimart Girsang.
Ketua sulang silima marga Sambo meminta supaya masalah kerohiman, kompensasi dari hak-hak ulayat dan masyarakat, diberikan seutuhnya.
Sementara seorang warga, Jonson Panjaitan, menyampaikan keluhannya, memiliki lahan sekitar 40 ribu meter persegi. DPM sudah memberi uang 'tolak cangkul' atas luasan 23 ribu meter persegi. Sisanya, sejak tahun 2018, belum dibayar. Diakui, lokasi itu kawasan hutan lindung. Jonson tidak diperkenankan lagi oleh DPM untuk masuk ke lokasi yang belum dibayar itu.
Menanggapi itu, Junimart menyebut, ada potensi mafia tanah terkait hal dimaksud. Pengaduan Sulang Silima Marga Sambo dan Hisar Boangmanalu juga sudah diverifikasi tenaga ahli DPR RI.
"Saya senang yang beginian. Nanti akan terbongkar siapa di balik ini semua," tegas Junimart. Dia menyarankan, masyarakat menyatukan persepsi dan harus kompak memperjuangkan hak mereka (RP)